Seorang Saudara memberikan komentarnya yang baik, “Kan di agama lain, walaupun mereka sebenarnya memiliki kasih tapi kasih mereka belum lengkap.” Saudara ini lanjut memberikan contoh bahwa dalam semua agama (kecuali Saksi Yehuwa), ada dinas militer (akan membunuh atau dibunuh sesama mereka di negara lain) dan masih terlibat politik (Yoh.18:36).
Juga ditambahkan bahwa orang Kristen sejati tidak mementingkan diri sendiri, tetapi membantu dan menguatkan saudara seiman (menguatkan iman, membantu menyelesaikan problem, menjenguk yang sakit) atau sesamanya (dinas, kursus Alkitab cuma-Cuma [mendukung program melek huruf], membantu orang mengatasi kebiasaan buruk, membina keluarga bahagia, meningkatkan mutu kehidupan, membagikan lektur Alkitab, mengajarkan berbicara di depan umum).
Ini adalah komentar yang sangat baik.
Ada empat hal yang ingin saya share-kan:
Pertama, dinas militer dan politik sebenarnya tidak salah. Saya akan membahas ini di lain waktu, tapi akan saya berikan garis besarnya: perang untuk mempertahankan diri itu tidak salah. Yang salah adalah perang untuk menyerang orang lain, mungkin dengan tujuan menjajah mereka. Mengenai politik, juga tidak salah. Tidak semua yang ada di politik itu kotor. Saya sangat menghargai adanya pribadi-pribadi bersih yang ingin mempengaruhi dunia politik. Memang tantangan dunia politik itu sangat besar, tetapi tidak berarti semua orang di dalamnya takluk kepada tantangan itu dan kemudian menjadi orang yang kotor. Bukankah sangat baik jika seorang politikus yang benar dapat memberi contoh yang benar kepada rekannya di dunia politik? Saya rasa Saksi terlalu menggeneralisasikan. Maksud saya, Saksi menganggap semua perang itu pasti kita yang bertujuan membunuh orang lain, dan semua politikus itu kotor. Untuk pembahasan lebih lebih lanjut (termasuk ayatnya), akan saya bahas di lain waktu.
Kedua, saya paling khawatir ketika kita menggeser standar Alkitab (sebagai penentu mana yang benar dan mana yang salah) dan menggantikannya dengan standar yang lain. Maksud saya, standar kebenaran adalah Alkitab, bukan perbuatan baik, jumlah pengikut, atau sebagainya. Ketika kita mengatakan “hanya di Saksi, tindakan kasih itu lengkap,” itu sama saja dengan kita melihat ke-‘lengkap’-an ini sebagai bukti kebenaran. Dengan kalimat lain, “kelengkapan perbuatan baik” sebagai standar kebenaran. Atau lebih jelasnya “lebih banyak perbuatan baik” sebagai standar kebenaran.
Kalau sudah begini, maka kebenaran suatu ajaran hanya akan kita nilai dari “total perbuatan baik”-nya saja. Ini tentu saja, otomatis, menggeser posisi Alkitab sebagai standar kebenaran. Dan juga, kita akan cenderung membanggakan jumlah perbuatan baik, dan topik ini akan terganti menjadi “Agama siapakah yang perbuatan baiknya paling banyak?”
Sekedar sharing, seorang Saksi yang saya kasihi, mendatangi rumah saya sering kali membanggakan tindakan-tindakan kasih yang ada di dalam kasih (misalkan jika ada yang kesusahan atau tertimpa musibah, pasti Saksi yang lainnya akan menolong, jika ke Balai Kerajaan, kita akan merasa ada kasih yang nyata, di mana Saksi-saksi lain akan datang menyapa, bandingkan dengan gereja di mana kasihnya sudah menjadi ‘dingin’, ketika ada konvensi distrik, parkirnya sangat teratur dan tempat konvensi tidak ada sampah, dll). Tetapi kemudian saya mengatakan kepada Saksi tersebut bahwa saya sangat tidak tertarik mendengar jika ada organisasi rohani yang terus-terusan membanggakan kehebatannya, memamerkannya terus.
Sangat kontras dan berbeda dengan Paulus yang rendah hati, walaupun pekerjaan penginjilannya sangat hebat. Apakah Paulus gemar memamerkan kehebatannya? Tidak, tetapi ia berkata:
(Efesus 3:8) Kepadaku, orang yang lebih kecil daripada yang paling kecil di antara semua orang kudus, kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh ini diberikan, agar aku menyatakan kepada bangsa-bangsa kabar baik mengenai kekayaan KRISTUS yang tidak terkira
(1 Timotius 1:15) Perkataan ini memang setia dan layak diterima sepenuhnya, yaitu bahwa Kristus Yesus telah datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Dari antara mereka ini, akulah yang terutama.
Jadi, marilah kita hargai Alkitab dan menggunakannya sebagai standar kebenaran, bukan “perbuatan baik” sebagai standar kebenaran.
Ketiga, saya ingin bertanya: jika suatu saat ada satu aliran agama (baik yang mengaku berdasar Alkitab atau tidak) yang menganjurkan umatnya untuk saling mengasihi di antara mereka, dan kepada orang lain, tidak ikut dinas militer dan politik; apakah agama ini lantas langsung menjadi agama yang benar karena kasih mereka ‘lengkap’? Saya mengajukan pertanyaan ini karena ada banyak aliran selain Saksi Yehuwa yang juga tidak ambil bagian dalam politik (postingnya ada di bawah posting ini).
Keempat, tentang orang Kristen yang “membantu dan menguatkan saudara seiman… atau sesamanya.” Saya rasa poin ini juga dilakukan oleh orang Kristen lain (atau yang dikenal Saksi dengan sebutan ‘Susunan Kristen’), atau bahkan oleh agama-agama lain. Mereka membangun sekolah, rumah sakit, mengirim utusan injil ke pedalaman yang sama sekali tak terjangkau, melakukan pendalaman Alkitab. Jadi untuk bagian ini, bukan monopoli Saksi saja.
2 komentar:
Yang dimaksud adalah secara kelompok saksi yehuwa tidak memperbolehkan dinas militer atau berperang.
Karena hal tersebut bertentangan dengan Hukum Kasih.
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
MAT 5:44 (Terjemahan LAI)
Pertanyaan saya: Apakah di dunia ini HANYA Saksi Yehuwa saja yang tak memberbolehkan perang atau dinas militer?
Maaf, tetapi fakta mengatakan tidak hanya Saksi Yehuwa yang demikian.
penjelasannya ada di http://saksiyehuwa.blogspot.com/2010/07/apakah-saksi-yehuwa-satu-satunya.html
Jadi, tidak benar bahwa hanya di Saksi Yehuwa yang melarang tindakan-tindakan tersebut.
Posting Komentar