
David Reed, seorang mantan Saksi Yehuwa, memberikan contoh dialog berikut:
Kristen: apakah kamu percaya bahwa Setan adalah suatu pribadi roh?
Saksi: Ya
Kristen: apakah kamu percaya bahwa Setan adalah suatu pribadi karena ia memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi?
Saksi: Ya, tapi apa yang kamu maksudkan?
Kristen: apakah kamu setuju bahwa dalam menentukan sesuatu sebagai agen yang memiliki nalar atau suatu pribadi, maka sesuatu itu harus dapat berpikir, melakukan perbuatan, berkomunikasi, dan memiliki kehendak?
Saksi: Ya, Setan dapat melakukan kesemuanya itu.
Kristen: Jika demikian, mengapa kamu tidak percaya bahwa Roh Kudus adalah seuatu pribadi? Alkitab mengajarkan bahwa Ia memiliki semua sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi
Bisa didukakan (Ef. 4:30) --> dapatkah kita membuat listrik merasa sedih?
Bisa dihujat (Mrk. 3:29) --> dapatkah kita menghujat listrik?
Bisa didustai (Kisah 5:3) --> dapakah kita berbohong kepada listrik?
Mengatakan diri “-ku” (Kisah 13:2) --> dapatkah listrik berbicara dan menggunakan kata ganti “aku” untuk dirinya?
Ini adalah salah satu bukti ketakkonsistenan penafsiran dalam ajaran Saksi Yehuwa. Maksudnya, Alkitab menggambarkan Setan memiliki sifat-sifat yang hanya dapat dilakukan oleh suatu pribadi (dapat berpikir, melakukan perbuatan, berkomunikasi, dan memiliki kehendak), dan ternyata Roh Kudus juga. Tetapi, mengapa, oleh Saksi Yehuwa, Setan dianggap merupakan suatu pribadi, tetapi Roh Kudus tak lebih dari sekedar personifikasi?
Sama halnya dengan:
-Saudara dapat berbicara, maka ini membuktikan Saudara adalah pribadi manusia
-Saya dapat berbicara, tetapi ini tidak dapat membuktikan bahwa saya adalah pribadi manusia.
Lho, bukannya saya dapat berbicara? “Oh, itu hanya gaya bahasa saja”.
Lho, kenapa Saudara berbicara dan itu dapat membuktikan Saudara itu pribadi, kalau saya tidak?
Adilkah ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar